Breaking

Sabtu, 26 Mei 2018

Coldheart

Coldheart


Tidak asing bukan?
Iya. Sejauh ini saya merasakan yang namanya coldheart. Jika diartikan satu per satu adalah cold mempunyai arti dingin, beku. Sedangkan heart pasti sudah pada tahu kan. Iya hati. Jika di gabungkan berarti hati yang beku.

  


Mengapa bisa terjadi? Mungkin juga salah hati. 

Atau bisa mungkin Tuhan sedang cemburu atas rasa yang saya berikan pada makhluk selainNya. Saya hanya bisa terus-menerus positif thinking pada saya sendiri.

Untuk kalangan anak-anak SMA mungkin cerita di masa SMA paling menyenangkan, paling memberi memori di otak nya tentang asmara. Tapi bukan dengan saya.
Kehancuran saya di mulai saat menginjak SMA kelas sebelas. 

Dan untuk kedua kalinya saya merasakan namanya cinta. Hha.. Setelah di waktu SMP, cinta monyet dan akhirnya dia pergi tanpa kabar. Dan lelah menanti. 

Di waktu SMA banyak sekali yang mengharapkan saya. Guru saya pun ikut naksir juga sama saya. Bukan karena paras menurut saya, karena waktu itu tidak pernah pakai yang namanya bedak, lipstik apalagi. Bisa dibayangkan bukan betapa polosnya saya. Tubuh saya tidak begitu gendut tidak juga kurus.
Ideal menurut orang-orang.

Juga karena karakter saya yang menurut mereka beda dengan seumuran saya. Ya, mungkin karena dari SMP sudah terbiasa mandiri dalam segala hal termasuk biaya pendidikan.


Sampai saya berjumpa dengan kakak dari adik kelas saya. Dan cerita itupun di mulai. Setelah kita saling kenal saling sapa dua minggu namun hanya lewat SMS dan telfon. Kami ketahuan oleh guru saya yang suka sama saya sekaligus sobat dari si Doi tadi.
Sebut saja guru saya X dan si Doi Z ....

Dia mangajar bahasa Inggris. Walaupun dia ngejar saya dari pertengahan masuk SMA tetap saja saya tidak ada perasaan sedikitpun, secuilpun tidak ada. Akan tetapi saya malah suka sama teman guru saya itu. Si doi. Dia juga masih kuliah.

Pertengkaran tak terelakkan. Keduanya saling emosi karena salah faham di antara kita bertiga. Dan yeah ... alhasil kita sama-sama hilang. Tanpa titik terang antara saya dengannya. Si Doi.

Dua tahun saya masih bertahan dengan rasa itu. Saya masih menunggu. Kita benar-benar hilang.
Sampai saya lulus SMA, si Doi tidak kunjung datang. Saya mencoba mencari info tentangnya. Selama tiga bulan akhirnya saya dapet nomor yang bisa dihubungi.


Dua hari kemudian saya ngajak ketemu si Doi.
Dua jam kita hanya diam.
Namun dua menit dia mematahkan segala apa yang ada. Setelah saya menunggu kabarnya, kedatangannya. Dia sudah mau nikah.


Dua minggu saya kenal, sekejap itu tumbuh perasaan, fitrahnya seorang manusia. Dua tahun menunggu. Dua jam menanti apa yang akan terucap olehnya. Dua menit dia mematahkan harapan.

 
Saking gobloknya saya menunggu hingga membuatku tak ingin lagi merasakan apa itu cinta lagi untuk orang lain. Hatiku beku untuk merasakan damainya rasa yang pernah memberi ketenangan, kenyamanan. Memberi tempat untuk melepas segala gundah.

Asa yang pernah tercipta.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar